Kamis, 05 Februari 2015

Cerpen Persahabatan



Tunggu Aku Disurga

        Atas berjuta rasa rinduku padanya, ku kenang persahabatanku dengannya. Sekejap hari-hari bersamanya, menjelma kembali dihadapanku. Putri yang baik, cantik, cerdas, berada, dan sangat populer disekolah kami, dibilangan Majalengka Jawa Barat. Banyak yang iri akan persahabatan kami yang luar biasa. Bayangkan, walaupun perbedaan diantara kami berdua sangatlah jauh berbeda, kami tak pernah menghiraukannya.
        Suatu hari, ibuku memberikan saran kepadaku agar tidak terlalu dekat dengan Putri. Karena, Putri adalah seorang anak bangsawan. Sedangkan aku hanyalah anak dari seorang rakyat biasa. Perbedaan kami sangatlah jauh ibarat Bumi dan Langit.
        Aku mulai merenungkan perkataan Ibu. Lama-lama ku pikir ada benarnya. Biarlah aku dan Putri berteman biasa saja. Aku akan segera meminta Putri untuk mencari sahabat yang lebih setara dengannya. Bukankah itu lebih baik?
        Seperti ada sekat yang memisahkan kita, tiba-tiba aku dan Putri tak sedekat dulu lagi. Beberapa kali Putri mengajakku jalan-jalan atau sekedar ngobrol, tetapi aku selalu mencari alasan untuk menghindar.
        Saat kenaikan kelas, aku dan Putri kembali sekelas. Namun, aku putuskan untuk tidak sebangku lagi dengannya. Putri terlihat sangatlah kecewa. Bahkan dari kejauhan sering ku lihat Putri duduk dibangku ku saat istirahat.
        Suatu saat, aku lupa menaruh buku catatan kimia ku kedalam tas. Saat istirahat, Putri menghampiri bangku ku, menemukan catatan itu dan membacanya. Ketika mengetahuinya aku tersinggung dan marah. Putri hanya terdiam, menatapku  dan lama dengan mata basah dan beranjak pergi tanpa sepatah katapun. Hanya tertinggal secarik kertas dimejaku. “Telah hilang seorang sahabat yang ku harap dapat membimbngku...” .
        Rasa pedih mencabik-cabik hatiku ini. Aku segera berlari mengejarnya. Ku panggil dan ku raih tangannya, “Maafkan aku, aku tetap sahabatmu Putri, selamanya...”. kataku pelan dengan suara tersekat ditenggorokan. Siang itu kami menangis berangkulan, tak peduli tatapan teman-teman. Ya, pada akhirnya aku tidak bisa mendengarkan omongan siapapun untuk meninggalkan Putri. Hati kecilku mengatakan itu bukan tindakan yang tepat. Bagaimanapun aku tahu betul kebersihan hati dan ketulusan persahabatan yang ia berikan.
        Seminggu kemudian, aku terheran-heran ketika Putri mengajakku pergi ke KUA.
“KUA? Kamu mau nikah?” tanyaku bingung. “Dengan siapa? Secepat ini?”.
        Putri hanya tersenyum penuh rahasia. Mataku pun membulat lebar saat ku dengar ia mengucapkan 2 kalimat syahadat didepan beberapa pegawai KUA.
“ini rahasia...” suaranya pelan. Aku mengangguk cepat dengan berlinangan air mata. “Kau tahu apa yang terjadi bila keluargaku tahu keIslamanku ini?”. Aku mengangguk kembali, sambil mengusap butiran air mata yang terus mengalir dengan derasnya. Ya, Mama dan Papa Putri termasuk tokoh Agama yang mereka anut didaerah ini. Tentu mereka akan sangat marah bila mengetahui keIslaman Putri!.
        Berbagai cara aku lakukan agar Putri bisa belajar tentang Islam. Sampai akhirnya, aku menemukan seseorang yang bisa mengajarkan tentang Islam kepada Putri namanya Rifqi.
        Sunggguh aku terkagum-kagum ketika aku memandang Putri yang mengenakan mukena. Wajah cantiknya bersinar dan kini tampak lebih anggun. Perlahan terdengar lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an yang keluar dari bibir mungil Putri.
        Lima bulan berlalu, keluarga Putri mengetahui keIslaman anaknya itu dari cerita orang. Mereka sangatlah berang dan malu. Kenudian memutuskan untuk mengusir Putri tanpa memberinya sepeser uang pun....
        Akhirnya, aku putuskan Putri untuk tinggal dirumahku. Tapi, Putri tetap tegar dengan senyum manis dibibirnya. Malah aku yang sering menangis melihat kepedihan hidup yang harus Putri jalani.
        Satu tahun kemudian, saatnya kelulusan diumumkan! Aku dan Putri harap-harap cemas menunggu pengumuman itu. Tak disangka aku dan Putri masuk tiga besar yang memiliki nilai ujian tertinggi. Rasa syukur terus terucap dari bibir kami.
        Setelah kelulusan dibagikan, aku memutuskan untuk bekerja keluar kota. Tapi, berbeda dengan Putri. Dia lebih memilih untuk membuat kue dan memasarkan kuenya sendiri kesetiap pasar, toko maupun kantin-kantin yang ada disetiap sekolah.
        Beberapa bulan berlalu. Aku menerima telegram bahwa Putri akan menikah. Dan ternyata lelaki yang beruntung bisa menikahinya adalah Rifqi. Lelaki yang telah mengajarkan Agama Islam kepada Putri. Sungguh aku merasasangat bahagia, karena Putri sahabatku tidak jatuh pada tangan yang salah!. Aku segera bersiap-siap untuk memenuhi undangan Putri dan membeli kado sederhana untuk sahabatku ini.
        Sesampainya disana, mataku terpana oleh wajah cantik Putri yang terbalut busana pengantin yang sederhana. Putri terlihat sangat bahagia bersanding dengan Rifqi lelaki pilihannya itu.
        Tak terasa sudah hampir satu tahun, setelah pernikahan Putri. Aku tak pernah mengabari Putri, karena aku disibukan oleh pekerjaanku. Tapi, Putri tetap selalu mengabariku. Terakhir surat dari Putri mengabarkan bahwa Putri sedang hamil. Aku selalu menyisihkan sedikit uang untuk membeli perlengkapan bayi. Teman-teman satu kost ku juga terheran-heran ketika aku sering membeli perlengkapan bayi.
        Satu bulan kemudian, aku menerima telepon dari Rifqi bahwa Putriakan segera melahirkan. Jantungku berdebar-debar mendengar kabar itu. Tanpa berfikir panjang, aku langsung bergegas pulang untuk melihat Putri dan anaknya.
        Sesampai disana, mataku tak bisa membendung deraian air mataku ini. Aku melihat Putri sahabatku terlah terbaring terbujur kaku dan disampingnya ada seorang bayi mungil, cantik seperti ibunya.
        Aku langsung memeluk dan menciumi bayi itu. Tak lama kemudian Rifqi menghampiriku dan berkta “Putri menitipkan secarik surat ini sebelum dia melahirkan...! bacalah... ini untukmu!”
        “Sekarang, telah aku berikan seorang Putri kecil..., rawatlah dia dan bimbinglah dia agar kelak menjadi anak yang shalihah..!”
        Dihadapanku sekarang, tinggalgundukan tanah merah. Yang tak lain adalah kuburan sahabat terbaiku. “Aku berjanji, akan selalu merawat dan menyayangi Putri kecil kita!” ujarku. “Dan kelak, apabila Putri kecil telah besar akan ku ceritakan tentang ibunya yang baik hati dan tegar!” aku tak akan pernah melupakanmu Putri..., tunggu aku disurga...
                                                                Karya :
Reza Selawati Fauziah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar