Tunggu
Aku Disurga
Atas berjuta rasa rinduku padanya, ku
kenang persahabatanku dengannya. Sekejap hari-hari bersamanya, menjelma
kembali dihadapanku. Putri yang baik, cantik, cerdas, berada, dan sangat
populer disekolah kami, dibilangan Majalengka Jawa Barat. Banyak yang iri akan
persahabatan kami yang luar biasa. Bayangkan, walaupun perbedaan diantara kami
berdua sangatlah jauh berbeda, kami tak pernah menghiraukannya.
Suatu hari, ibuku memberikan saran
kepadaku agar tidak terlalu
dekat dengan Putri. Karena, Putri adalah seorang
anak bangsawan. Sedangkan aku hanyalah anak dari seorang rakyat biasa.
Perbedaan kami sangatlah jauh ibarat Bumi dan Langit.
Aku mulai merenungkan perkataan Ibu.
Lama-lama ku pikir ada benarnya. Biarlah aku dan Putri berteman biasa saja. Aku
akan segera meminta Putri untuk mencari sahabat yang lebih setara dengannya.
Bukankah itu lebih baik?
Seperti ada sekat yang memisahkan kita,
tiba-tiba aku dan Putri tak sedekat dulu lagi. Beberapa kali Putri mengajakku
jalan-jalan atau sekedar ngobrol, tetapi aku selalu mencari alasan untuk
menghindar.
Saat kenaikan kelas, aku dan Putri
kembali sekelas. Namun, aku putuskan untuk tidak sebangku lagi dengannya. Putri
terlihat sangatlah kecewa. Bahkan dari kejauhan sering ku lihat Putri duduk dibangku
ku saat istirahat.
Suatu saat, aku lupa menaruh buku
catatan kimia ku kedalam tas. Saat istirahat, Putri menghampiri bangku ku,
menemukan catatan itu dan membacanya. Ketika mengetahuinya aku tersinggung dan
marah. Putri hanya terdiam, menatapku dan lama dengan mata basah dan beranjak pergi
tanpa sepatah katapun. Hanya tertinggal secarik kertas dimejaku. “Telah hilang seorang sahabat yang ku harap
dapat membimbngku...” .
Rasa pedih mencabik-cabik hatiku ini.
Aku segera berlari mengejarnya. Ku panggil dan ku raih tangannya, “Maafkan aku, aku tetap sahabatmu Putri,
selamanya...”. kataku pelan dengan suara tersekat ditenggorokan. Siang itu
kami menangis berangkulan, tak peduli tatapan teman-teman. Ya, pada akhirnya
aku tidak bisa mendengarkan omongan siapapun untuk meninggalkan Putri. Hati
kecilku mengatakan itu bukan tindakan yang tepat. Bagaimanapun aku tahu betul
kebersihan hati dan ketulusan persahabatan yang ia berikan.
Seminggu kemudian, aku terheran-heran ketika
Putri mengajakku pergi ke KUA.
“KUA? Kamu mau nikah?” tanyaku bingung. “Dengan
siapa? Secepat ini?”.
Putri hanya tersenyum penuh rahasia.
Mataku pun membulat lebar saat ku dengar ia mengucapkan 2 kalimat syahadat
didepan beberapa pegawai KUA.
“ini rahasia...” suaranya pelan. Aku mengangguk cepat dengan berlinangan air mata. “Kau tahu apa yang terjadi bila keluargaku
tahu keIslamanku ini?”. Aku mengangguk kembali, sambil mengusap butiran air
mata yang terus mengalir dengan derasnya. Ya, Mama dan Papa Putri termasuk
tokoh Agama yang mereka anut didaerah ini. Tentu mereka akan sangat marah bila
mengetahui keIslaman Putri!.
Berbagai cara aku lakukan agar Putri
bisa belajar tentang Islam. Sampai akhirnya, aku menemukan seseorang yang bisa
mengajarkan tentang Islam kepada Putri namanya Rifqi.
Sunggguh aku terkagum-kagum ketika aku
memandang Putri yang mengenakan mukena. Wajah cantiknya bersinar dan kini
tampak lebih anggun. Perlahan terdengar lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an yang
keluar dari bibir mungil Putri.
Lima bulan berlalu, keluarga Putri
mengetahui keIslaman anaknya itu dari cerita orang. Mereka sangatlah berang dan
malu. Kenudian memutuskan untuk mengusir Putri tanpa memberinya sepeser uang
pun....
Akhirnya, aku putuskan Putri untuk
tinggal dirumahku. Tapi, Putri tetap tegar dengan senyum manis dibibirnya.
Malah aku yang sering menangis melihat kepedihan hidup yang harus Putri jalani.
Satu tahun kemudian, saatnya kelulusan
diumumkan! Aku dan Putri harap-harap cemas menunggu pengumuman itu. Tak
disangka aku dan Putri masuk tiga besar yang memiliki nilai ujian tertinggi.
Rasa syukur terus terucap dari bibir kami.
Setelah kelulusan dibagikan, aku
memutuskan untuk bekerja keluar kota. Tapi, berbeda dengan Putri. Dia lebih
memilih untuk membuat kue dan memasarkan kuenya sendiri kesetiap pasar, toko
maupun kantin-kantin yang ada disetiap sekolah.
Beberapa bulan berlalu. Aku menerima
telegram bahwa Putri akan menikah. Dan ternyata lelaki yang beruntung bisa
menikahinya adalah Rifqi. Lelaki yang telah mengajarkan Agama Islam kepada
Putri. Sungguh aku merasasangat bahagia, karena Putri sahabatku tidak jatuh
pada tangan yang salah!. Aku segera bersiap-siap untuk memenuhi undangan Putri
dan membeli kado sederhana untuk sahabatku ini.
Sesampainya disana, mataku terpana oleh
wajah cantik Putri yang terbalut busana pengantin yang sederhana. Putri
terlihat sangat bahagia bersanding dengan Rifqi lelaki pilihannya itu.
Tak terasa sudah hampir satu tahun,
setelah pernikahan Putri. Aku tak pernah mengabari Putri, karena aku disibukan
oleh pekerjaanku. Tapi, Putri tetap selalu mengabariku. Terakhir surat dari
Putri mengabarkan bahwa Putri sedang hamil. Aku selalu menyisihkan sedikit uang
untuk membeli perlengkapan bayi. Teman-teman satu kost ku juga terheran-heran
ketika aku sering membeli perlengkapan bayi.
Satu bulan kemudian, aku menerima
telepon dari Rifqi bahwa Putriakan segera melahirkan. Jantungku berdebar-debar
mendengar kabar itu. Tanpa berfikir panjang, aku langsung bergegas pulang untuk
melihat Putri dan anaknya.
Sesampai disana, mataku tak bisa
membendung deraian air mataku ini. Aku melihat Putri sahabatku terlah terbaring
terbujur kaku dan disampingnya ada seorang bayi mungil, cantik seperti ibunya.
Aku langsung memeluk dan menciumi bayi
itu. Tak lama kemudian Rifqi menghampiriku dan berkta “Putri menitipkan secarik surat ini sebelum dia melahirkan...!
bacalah... ini untukmu!”
“Sekarang,
telah aku berikan seorang Putri kecil..., rawatlah dia dan bimbinglah dia agar
kelak menjadi anak yang shalihah..!”
Dihadapanku sekarang, tinggalgundukan
tanah merah. Yang tak lain adalah kuburan sahabat terbaiku. “Aku berjanji, akan selalu merawat dan
menyayangi Putri kecil kita!” ujarku. “Dan
kelak, apabila Putri kecil telah besar akan ku ceritakan tentang ibunya yang
baik hati dan tegar!” aku tak akan pernah melupakanmu Putri..., tunggu aku
disurga...
Karya :
Reza Selawati Fauziah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar